Kebun Binatang AI Wildlife Park di Zurich, Swiss, mengguncang dunia konservasi dengan meluncurkan robot panda berteknologi kecerdasan buatan (AI) sebagai pengganti satwa asli. Robot bernama Xiao Long ini dilengkapi 1,2 juta sensor kulit tiruan yang mampu meniru suhu tubuh, gerakan, hingga respons emosional panda sungguhan. Sejak diluncurkan April 2024, atraksi ini menarik 2 juta turis/tahun dan menghasilkan pendapatan Rp300 miliar/tahun.
Teknologi Sensor & AI: Menghidupkan Panda Virtual
Xiao Long dirancang oleh tim insinyur ETH Zurich dengan dana Rp1,2 triliun. Sensor kulit silikonnya mendeteksi sentuhan, tekanan, dan suhu lingkungan, lalu merespons melalui:
- Mata LED yang mengubah ekspresi berdasarkan interaksi
- Sistem suara menirukan dengkur, rengekan, hingga suara makan bambu
- AI pendeteksi emosi yang menganalisis nada suara pengunjung
“Setiap usapan di bulunya memicu reaksi unik, mirip panda asli,” jelas Dr. Sophie Weber, kepala proyek.
Konservasi Tanpa Eksploitasi: Misi Etis Kebun Binatang
Kebun binatang ini menutup kandang satwa asli sejak 2023, beralih ke robot untuk tiga alasan utama:
- Hilangkan stres hewan akibat interaksi manusia
- Turunkan biaya perawatan 70% (dari Rp140 miliar/tahun jadi Rp42 miliar)
- Edukasi konservasi via hologram satwa langka seperti harimau Sumatra
“Kunjungan ke habitat asli panda di China turun 40% sejak Xiao Long hadir. Turis lebih memilih alternatif tanpa eksploitasi,” kata Markus Fischer, direktur AI Wildlife Park.
Kritik & Tantangan: Antara Inovasi dan Realitas
Aktivis animal rights memuji langkah ini, tapi ahli zoologi seperti Prof. Hans Gruber menyoroti risiko: “Robot tak bisa gantikan peran edukatif satwa hidup.” Kendala teknis seperti overheating sensor saat musim panas juga masih jadi masalah.
Masa Depan: Robot Satwa Global
AI Wildlife Park berencana tambahkan robot gajah Afrika dengan 2 juta sensor pada 2025. Mereka juga kembangkan AR goggles yang memproyeksikan perilaku satwa liar di habitat asli.
Dengan inovasi ini, Swiss tak hanya hemat anggaran, tetapi juga buka babak baru konservasi: di mana teknologi tak sekadar meniru alam, tapi menghormati hak hidupnya.