Korban penculikan sering mengalami trauma mendalam yang memengaruhi kesehatan mental mereka dalam jangka panjang. Untuk membantu proses penyembuhan, para profesional kesehatan mental memberikan dukungan psikologis secara bertahap dan berkelanjutan. Mereka tidak hanya fokus pada pemulihan emosi, tetapi juga pada kemampuan korban untuk kembali menjalani kehidupan normal.

Psikolog dan konselor mengidentifikasi gejala trauma seperti kecemasan, insomnia, kilas balik, dan rasa takut berlebihan. Mereka menggunakan terapi seperti cognitive behavioral therapy (CBT) untuk membantu korban mengatasi pikiran negatif dan membangun kembali rasa aman. Dalam sesi konseling, mereka mendorong korban untuk mengenali emosi, mengungkapkan perasaan, dan membangun kembali kepercayaan diri.

Dukungan dari keluarga juga memainkan peran besar. Para ahli mendorong keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan penuh empati. Mereka meminta keluarga untuk tidak memaksa korban bercerita, melainkan menawarkan ruang aman untuk berbagi ketika korban siap. Selain itu, terapis juga bisa melibatkan keluarga dalam sesi terapi untuk memperkuat proses reintegrasi.

Lembaga sosial dan hukum pun turut berperan. Mereka menyediakan perlindungan hukum, akses ke layanan medis, dan dukungan sosial yang membantu korban membangun kembali kehidupan mereka. Dengan kerja sama lintas sektor, proses pemulihan menjadi lebih holistik.

Mendampingi korban penculikan bukan tugas mudah. Namun, dengan pendekatan yang tepat, kita bisa membantu mereka pulih dari luka batin dan kembali menemukan harapan dalam hidup. Pemulihan bukan hanya soal waktu, tapi soal dukungan nyata yang terus menyala.