velikaplaza.info

velikaplaza.info – Pengesahan amandemen pada UU yang berlaku di Irak, yang kini mengkriminalisasi homoseksualitas, telah menimbulkan kecaman dari berbagai pihak internasional. Penyesuaian pada UU antiprostitusi yang berasal dari tahun 1988 ini mendapat sorotan tajam, khususnya dari Amerika Serikat, yang mengekspresikan keprihatinan atas langkah legislatif tersebut yang dianggap mengancam komunitas rentan dan menghambat kebebasan individu.

Detil dan Dampak Hukum dari Undang-Undang yang Direvisi

Revisi undang-undang tersebut mengatur hukuman penjara substantif untuk perbuatan yang berkaitan dengan homoseksualitas, dengan rentang hukuman yang ditetapkan antara 10 hingga 15 tahun. Amandemen ini juga memperkenalkan sanksi hukum terhadap perubahan jenis kelamin dan perilaku yang dianggap meniru lawan jenis. Organisasi yang mendukung atau terlibat dalam “penyimpangan seksual” juga menghadapi risiko hukuman penjara dan denda yang berat.

Reaksi Amerika Serikat dan Implikasi Ekonomi

Departemen Luar Negeri AS, diwakili oleh juru bicara Matthew Miller, menyuarakan bahwa undang-undang yang baru diresmikan ini tidak hanya mengancam kelompok rentan tapi juga berpotensi merugikan ekonomi Irak. Ini termasuk pengaruh negatif pada daya tarik negara tersebut sebagai destinasi investasi asing dan usaha diversifikasi ekonomi yang sedang berlangsung.

Respon dari Inggris dan Human Rights Watch

Reaksi negatif juga datang dari Menteri Luar Negeri Inggris dan Rasha Younes dari Human Rights Watch, yang sama-sama menilai pengesahan UU baru ini sebagai langkah mundur dalam pemajuan hak asasi manusia. Mereka berargumen bahwa undang-undang ini bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspresi, hak privasi, serta prinsip kesetaraan dan nondiskriminasi.

Pembelaan dari Pejabat Parlemen Irak

Menanggapi kritik yang ada, pejabat di Irak, termasuk Juru Bicara Parlemen, Mohsen Al-Mandalawi, mempertahankan amandemen UU sebagai perlindungan terhadap nilai-nilai masyarakat. Laporan domestik menyatakan bahwa rancangan awal UU tersebut bahkan mempertimbangkan hukuman mati, menunjukkan tingkat seriusnya tindakan legislatif yang diambil.

Amandemen legislatif di Irak yang menargetkan tindakan homoseksual telah menarik perhatian dan kritik dari komunitas internasional. Berbagai pemerintahan dan lembaga hak asasi manusia secara terbuka mengkritik undang-undang tersebut, menyoroti konsekuensinya yang berat terhadap hak-hak dasar dan dampak negatif yang mungkin timbul terhadap iklim ekonomi dan investasi di Irak. Kebijakan ini menciptakan diskursus tentang perlunya keseimbangan antara norma sosial di tingkat nasional dengan standar hak asasi manusia yang diakui secara global.