Xi Jinping dan Isu Laut China Selatan: Pendekatan Diplomatik terhadap ASEAN

Presiden Tiongkok, Xi Jinping, terus mengambil peran aktif dalam isu Laut China Selatan dengan mengedepankan pendekatan diplomatik terhadap negara-negara ASEAN. Dalam berbagai pertemuan tingkat tinggi, Xi menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan sengketa secara damai, tanpa konfrontasi militer. Ia mendorong ASEAN dan Tiongkok untuk melanjutkan negosiasi Kode Etik Laut China Selatan (COC) yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

Xi Jinping mengajak para pemimpin ASEAN untuk memperkuat dialog regional, menjaga stabilitas maritim, dan menghindari provokasi di wilayah yang disengketakan. Ia juga menawarkan kerja sama dalam bidang keamanan maritim, perlindungan lingkungan laut, serta pencarian dan penyelamatan di laut, guna menciptakan citra Tiongkok sebagai mitra yang bertanggung jawab.

Namun di lapangan, Tiongkok tetap memperkuat kehadiran militernya di wilayah sengketa, termasuk pembangunan pulau buatan dan patroli rutin di perairan strategis. Langkah ini sering menimbulkan ketegangan dengan negara-negara ASEAN seperti Filipina dan Vietnam, yang merasa terancam oleh klaim sepihak dan aktivitas Tiongkok di zona ekonomi eksklusif mereka.

Meskipun begitu, Xi Jinping tetap menggunakan pendekatan diplomatik untuk meredam gesekan. Ia menawarkan bantuan ekonomi, investasi infrastruktur, dan dukungan pandemi sebagai insentif agar hubungan bilateral tetap berjalan stabil.

Melalui strategi ini, Xi Jinping berusaha mengimbangi tekanan militer dengan diplomasi ekonomi. Pendekatan ini menunjukkan bahwa Tiongkok ingin tetap menjadi kekuatan dominan di Laut China Selatan tanpa memutuskan hubungan strategis dengan ASEAN. Negara-negara ASEAN kini dihadapkan pada tantangan untuk menjaga kedaulatan nasional sembari mempertahankan hubungan baik dengan Tiongkok.

Xi Jinping di ASEAN Summit: Agenda Prioritas dan Dampaknya bagi Kawasan

Kehadiran Presiden Tiongkok, Xi Jinping, dalam KTT ASEAN terbaru menarik perhatian regional dan global. Dalam forum tersebut, Xi Jinping menegaskan komitmen Tiongkok terhadap stabilitas, kerja sama ekonomi, dan penguatan hubungan multilateral di kawasan Asia Tenggara. Ia menyampaikan sejumlah agenda prioritas yang langsung berdampak pada arah kebijakan regional ke depan.

Xi Jinping mendorong percepatan implementasi Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) dan menawarkan investasi besar dalam infrastruktur melalui skema Belt and Road Initiative (BRI). Tiongkok juga meningkatkan dukungan dalam sektor teknologi, energi hijau, dan transformasi digital yang saat ini menjadi fokus banyak negara ASEAN.

Dalam pidatonya, Xi menyerukan penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan secara damai, namun tetap menegaskan klaim maritim negaranya. Sikap ini memicu respons beragam dari negara-negara ASEAN yang memiliki kepentingan langsung di wilayah tersebut.

Di sisi lain, Xi Jinping juga menggalang dukungan untuk membentuk rantai pasok regional yang lebih kuat dan mandiri, khususnya setelah pandemi global menyoroti kelemahan logistik internasional. Ia mengajak ASEAN untuk mengurangi ketergantungan pada pasar Barat, dan memperluas kerja sama perdagangan intra-Asia.

Kehadiran Xi Jinping dalam KTT ASEAN tidak hanya mencerminkan ambisi Tiongkok sebagai kekuatan besar di kawasan, tetapi juga memengaruhi dinamika geopolitik dan ekonomi Asia Tenggara. Negara-negara ASEAN kini harus menyusun strategi seimbang antara menjalin kerja sama dengan Tiongkok dan menjaga kedaulatan serta kepentingan nasional masing-masing.

Transformasi Jack Ma: Dari Pendiri Alibaba Menjadi Sosok yang Terpinggirkan

velikaplaza.info – Jack Ma, yang pernah menjadi wajah terkemuka dalam dunia teknologi global sebagai pendiri Alibaba, telah mengalami penurunan visibilitas yang signifikan sejak tahun 2020. Penurunan ini terjadi menyusul sebuah pidato di Shanghai yang menantang sistem keuangan dan regulasi di China.

Pada September 2020, Jack Ma memberikan pidato kritis terhadap sistem keuangan dan perbankan di China, yang ia anggap sebagai penghalang terhadap inovasi dan pertumbuhan. Pidato tersebut memicu reaksi keras dari pemerintah China, dengan spekulasi bahwa pemerintah, diduga atas instruksi langsung dari Presiden Xi Jinping, mulai membatasi kebebasannya berbicara dan bergerak meskipun tidak ada pembatasan fisik yang jelas.

Menurut Duncan Clark, seorang mantan penasihat Jack Ma, tindakan Ma yang dianggap provokatif tidak sesuai dengan pendekatan pemerintahan Xi Jinping, menjadikan Ma sebagai target utama dalam perubahan kebijakan yang sedang berlangsung. Media seperti Daily Mail menyoroti bahwa popularitas Ma sempat menyaingi Xi Jinping, yang mungkin memotivasi pemerintah untuk mengurangi pengaruhnya.

Berdasarkan laporan dari Nikkei, Xi Jinping telah meningkatkan kontrol terhadap perusahaan teknologi besar dan individu kaya di bawah agenda ‘kemakmuran bersama’, yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi. Akibatnya, Ma kehilangan kontrol atas bisnis utamanya, termasuk Ant Group dan Alibaba, yang terakhir terkena sanksi berat karena praktik monopoli.

Jack Ma pernah mendapat manfaat dari kebijakan liberalisasi ekonomi yang diperkenalkan oleh Jiang Zemin, yang memungkinkan perusahaan swasta berkembang. Namun, di bawah Xi Jinping, terjadi pergeseran kembali ke penguatan perusahaan milik negara dan pengetatan kontrol Partai Komunis atas ekonomi.

Setelah beberapa waktu berada di luar negeri, Jack Ma telah kembali ke China dan beralih fokus ke industri perikanan dan agrikultur. Dia juga menjabat sebagai dosen kehormatan di beberapa universitas dan muncul dalam acara internal Alibaba untuk memberi motivasi. Selain itu, Ma telah berinvestasi dalam perusahaan perikanan dan agrikultur 1.8 Meters Marine Technology (Zhejiang) Co., yang berbasis di Hangzhou dengan modal investasi sebesar USD 15 miliar (Rp 234,7 triliun).

Jack Ma, yang pernah menjadi simbol sukses teknologi China, kini menjadi contoh dari perubahan dinamika politik dan ekonomi di negara tersebut. Transformasi ini menggambarkan bagaimana pergeseran kebijakan dapat mempengaruhi individu dan struktur bisnis secara luas di China.